Rabu, 24 Februari 2016

Ketergatungan Internet Dan Media Sosial Di Kalangan Remaja




Internet sudah menjadi bagian dari kebanyakan orang di Indonesia. Sungguh banyak yang bisa dilakukan dengan adanya koneksi dan World Wide Web, dan perangkat seluler sangat membantu dalam pengadaannya.

Di Indonesia dengan populasi yang merupakan salah satu terbesar di dunia, penggunaan perangkat seluler tipe smartphone masih tergolong sedikit jika dibandingkan dengan total keseluruhan perangkat seluler yang tersedia. Salah satu faktor adalah mahalnya harga smartphone dan juga karena kebutuhan.

Kebutuhan? Iya, tidak semua orang di Indonesia tergantung akan internet dan segala kecanggihan serta berbagai kemungkinan yang apps bisa lakukan. Tapi ini tidak menutup Indonesia sebagai potensi pasar terbesar di Asia Tenggara.

Lalu bagaimana dengan mereka yang sudah ketergantungan akan internet?

Pengguna internet di Indonesia didominasi oleh generasi muda. Dan menurut Hafiz, pengusaha muda yang juga pendiri dari media konsultasi bisnis dan marketing internet Eyerys, mereka adalah generasi yang sangat rentan dan labil.

"Remaja dan mereka yang masih muda cenderung mempunyai emosi yang tidak stabil."

Emosi disini maksudnya adalah respon pemikiran seseorang terhadap faktor luar yang diterimanya. Dan generasi muda seringkali belum bisa membendung emosinya. Dan bagi yang tergantung kepada internet dan media sosial, mereka lupa dan tidak paham apa yang harus (boleh) dibagikan di internet, dan mana yang tidak.

Ketergantungan masyarakat Indonesia pada internet lebih terfokus kepada media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Path, dan disini mereka yang masih muda masih mendominasi jumlah posting yang diupload.

Media sosial adalah tempat yang wajar untuk berbagi, ini juga karena tujuan utama mereka adalah demikian: menjadi tempat berbagi. Namun kebanyakan orang masih belum begitu paham akan pengaturan di masing-masing media sosial, informasi pribadi apa yang layak dibagikan, dan post apa yang sesuai dengan norma, agama dan moral kebanyakan orang yang dianggap layak di konsumsi.

Ini satu sisi dari permasalahan. Berikutnya adalah sosial media itu sendiri.

Hafiz Rahman Sukarni
Setiap media sosial mengharuskan para penggunanya memakai nama atau nickname, Facebook malah mengharuskan nama asli kalau diteliti dari kebijakannya (walaupun ada sedikit kelonggaran setelah banyak kontroversi yang diterimanya). Pengguna paling tidak mempunyai email untuk masuk, dan diharapkan mengisi data diri mereka dengan lengkap.

Tujuan dari semua ini tentunya agar si sosial media itu dapat mempertemukan si pengguna dengan para pengguna lain yang bisa jadi sesama hobi, lingkungan tempat tinggal, mutual friends, dan masih banyak hal lainnya.

Untuk media sosial dengan apps, pengguna juga diminta untuk memberikan mereka akses kepada kontak smartphone agar si media sosial dapat dengan mudah menghubungkan si pengguna dengan orang yang belum terhubung, namun berada dalam kontak smartphone.

Hal ini bagus tentunya. Semua seakan serba otomatis dan membuat pengalaman berselancar di media sosial semakin indah dan menarik.

Namun dengan mengisi segala form dengan hal-hal sensitif dan bersifat pribadi, dan juga mempost hal-hal serupa, dan juga mengijinkan segitu banyak informasi untuk diekspor ke media sosial (walaupun dapat di atur), dan dilihat pengguna lain, si pengguna yang bersangkutan akan lebih rentan terhadap penyalahgunaan dan menjadi target kejahatan.

"Mulai dari para hacker, stalker, cyber-bully sampai tindakan kejahatan di dunia nyata," ujar pria bernama lengkap Hafiz Rahman Sukarni ini.

Pernah ada kejadian dimana seorang remaja perempuan pengguna Facebook mengupload foto dia bersama setumpuk uang. Di foto itu, geotagging dinyalakan sehingga posisi si remaja muncul di peta. Apa yang terjadi tidak bisa dicegah: rumahnya kemasukan maling,

Buat yang tertarik bisa baca di: http://www.today.com/money/family-robbed-after-teen-posts-photo-money-facebook-800882. Kejadiannya di Australia. Referensi lainnya bisa dicari di Google :)

Hal sepele bisa berefek besar. Bukan berarti si remaja itu tipe gaptek, tapi karena sisi emosinya yang masih muda (berdasarkan beritanya: 17 tahun pada saat kejadian), dan juga pemikiran kalau dia hanyalah orang biasa yang minim kemungkinan mempunyai stalker (bukan seleb dan bukan orang terkenal).

Pada kejadian itu, fitur geotagging foto yang bisa di set di smartphone dibiarkan menyala. Fitur ini memasukkan data bujur dan lintang dari GPS untuk mendapatkan koordinat. Facebook kemudian membaca data ini untuk menerapkannya posisinya dalam peta. Orang yang melihat profil si remaja perempuan ini, kalau pengaturan privasinya kurang diperhatikan, orang lain sesama pengguna Facebook, bahkan yang tidak, bisa saja melihat itu foto beserta nama, umur, tempat tinggal dan posisi dimana dia mengambil foto dengan setumpuk uang itu.

Tidak perlu orang yang kebetulan BU (butuh uang) yang tergoda, orang biasa pun yang sekiranya tinggal tidak jauh dari lokasi pun bisa saja dibisiki setan.

Untuk contoh lokalnya, ada remaja yang diperkosa oleh teman Facebooknya.

Di kasus ini, si remaja korban bukan lalai dalam geotagging atau semacamnya. Tapi dia terlalu percaya dengan orang asing yang baru dia kenal di jejaring sosial raksasa itu.

Yang disayangkan adalah kasus serupa seakan menjamur. Dan semua dari mereka masih berumur tanggung (remaja dengan emosi labil).

"Pada dasarnya, setiap orang di internet adalah orang asing. Dan dengan memberikan data dan informasi, dan juga kepercayaan yang lebih dari yang sewajarnya terhadap orang asing, waktu yang akan menjawab bagaimana dia akan menjadi korban selanjutnya," tambah Hafiz.

Sebuah Distopia

Mungkin agak terlalu berlebihan untuk menyebut hal ini sebagai sebuah distopia,

Media sosial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan interaksi yang terjadi antara kelompok atau individu. Mulai dari kegiatan saling berbagi, dan bertukar pikiran melalui internet atau komunitas virtual lainnya. 

Internet dan juga media sosial memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan remaja di era modern ini. Hal ini disebabkan oleh kenyataan anak-anak sekarang tinggal, hidup dan besar di lingkungan dimana mereka dikelilingi oleh gadget.

Akibatnya adalah internet dan media sosial menjadi aspek yang penting di kehidupan mereka, dan mereka pun sulit untuk tidak mengikuti arus.

Gak gaul, ketinggalan jaman, katrok, gak eksis, dan masih banyak julukan lainnya.
Dari banyaknya negatif yang disebutkan diatas, penulis tidak bermaksud menjelekkan atau menuduh para remaja yang tergantung akan internet dan media sosial, tapi penulis ingin menyampaikan suatu kenyataan yang sering dipandang sebelah mata.

Manusia menjadi semakin tergantung dengan teknologi, dan menjadi satu kesatuan yang tidak dipisahkan. 

Siapa yang tidak butuh komputer? Siapa yang tidak punya gadget? Siapa yang tidak kenal Google, tidak punya akun di Facebook, dan tidak memakai instant messaging sama sekali? Siapa yang masih mengandalkan fax tanpa memakai email sama sekali? Dari sekian banyak tentunya hanya segelintir.

Di sisi lain, positif pastinya ada. Sebagaimana apa pun yang ada, pasti ada jelek dan bagusnya, bukan?

Di sisi bagusnya, media sosial bisa menjadi alat yang berharga dan sangat bermanfaat.  
Internet dan media sosial dapat bertindak sebagai alat yang sangat berharga dan bermanfaat bagi para remaja. Disini, mereka bisa memasarkan keterampilan mereka dan mencari peluang bisnis bahkan pekerjaan. Dengan meniadakan jarak dan waktu, komunikasi pun bisa lebih lancar tanpa kendala.

Alasan Ketenaran Media Sosial

Media sosial bangkit dari ketiadaan. Dia seakan menumpang ketenaran internet, mereka berhasil memperluas jangkauan untuk menarik semakin banyak pengguna internet.

Tapi kesuksesan mereka beralasan dan sangat masuk akal:

Pertama, internet yang semakin cepat dan mudah membuat media sosial semakin terkenal. Dengan banyaknya pengguna internet, Google pun mengambil referensi dari media sosial untuk mengisi bagian dari hasil carinya. Oleh karena itu, tidak membutuhkan waktu lama untuk seseorang ataupun produk atau dagangan atau merek, untuk dapat terekspos di internet. Viral adalah istilah yang cocok disini.

Kedua adalah karena jaringannya yang luas. Seperti yang telah disebut sebelumnya, media sosial mengambil keternaran internet untuk meningkatkan pengaruhnya. Dengan itu, jaringannya meluas melebihi batasan yang pernah diperkirakan. Post atau konten apapun akan bisa dilihat di negara mana pun. Dan karena keberadaanya yang fleksibel, media sosial turut andil dalam meningkatkan jumlah e-commerce dan jumlah perdagangan di dunia.

Ketiga adalah alasan yang paling utama. Media sosial itu gratis. Siapa juga yang bisa menolak hal bagus dan gratis? Tanpa biaya, siapa saja bisa eksis di internet, dan para pedagang pun bisa mempunyai toko virtual dan mengurangi biaya pengeluaran untuk toko fisik.

Apakah Anda Pecandu Internet Dan Media Sosial?

Untuk tahu, jawablah pertanyaan dibawah ini:




1. Hal pertama yang dilakukan setiap pagi adalah melihat smartphone dan media sosial.
2. Mengakses media sosial dan internet disaat bosan atau waktu senggang.
3. Memeriksa media sosial, update status dan browsing sebisa mungkin tanpa terkecuali.
4. Melirik media sosial ketika merasakan suatu emosi tertentu.
5. Kecewa ketika smartphone tidak bisa terkoneksi ke internet.
6. Apa yang di post dan share adalah hasil dari spontanitas dan bukan hasil pemikiran yang jernih.
7. Pulsa yang dimiliki diutamakan untuk paket internet, bukan buat telepon.
8. Lebih bisa dihubungi lewat media sosial dibanding telpon, SMS atau bertemu langsung.
9. Menjadikan media sosial dan internet sebagai media komunikasi utama.
10. Interaksi sosial di dunia nyata seakan "kabur" karena Anda "tidak berada di tempat".



1 komentar:

  1. Tidak ada batasan umur dalam pemakaian teknologi. Karena banyak apps yang kita install di handphone, privasi kita seperti diumbar kemana2. Pilihannya antara mau tidak mau.

    Kebanyakan korban disini adalah anak2 dan para remaja. Mereka sering menganggap teknologi handphone bukan sebagai sarana membantu untuk berkomunikasi tapi juga sebagai ajang siapa yang eksis.

    Banyak yang rela melakukan tindakan bodoh demi dilihat teman2nya dan dianggap di jejaring sosial.

    BalasHapus